Tuesday, January 8, 2019

Secuil Tentang Negeri Kahyangan Dieng



Dieng Plateau atau dataran tinggi Dieng berada pada ketinggian 2093 mdpl, terletak di antara dua daerah Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Pemandangannya sangat indah dan sejak dahulu sudah menjadi pusat perkembangan kebudayaan di Indonesia.

Betapa indah dan cantiknya Dieng Plateau karena disamping gunung-gunung, ditemui juga berbagai ragam pesona alam, sejarah, serta kebudayaan, antara lain:
1. Iklim yang sejuk dan udara yang segar
2. Kebudayaan (peninggalan sejarah berupa candi candi)
3. Gua gua alam
4. Kawah gunung berapi
5. Telaga
6. Mata air 
7. Aneka flora yang tumbuh, dll.

Itu semua dapat kita nikmati di dalam suatu areal yang luasnya 350 ha. Situs Dieng sendiri luasnya 90 h a meliputi komplek Dwarawati, Komplek Arjuna, dan Komplek Bima (berdasarkan SK Gubernur Hindia Belanda no. 33 tgl. 6 September 1937)

Nama Dieng berasal dari kata diyang atau dihyang' artinya tempat Hyang/Dewa yang sendiri artinya "arwah leluhur". sama artinya dengan tempat para dewa yang bagaikan Nirwana.

Kawrat ing seratan Tcanggal Sang Prabu Sanjaya ngandikaaken pepunden Civa kang linuwih endahe, punika karsanipun boten sanes inggih namung ing Diyeng. Mekaten ugi kawrat ing serat undang bab siti mardikan ing Prambanan Sang Prabu Daksa ngantos kaping tiga anggenipun menyebataken; gunung wingit padewatan Civa.

(Tercatat pada prasasti Tcanggal, Prabu Sanjaya menyebutkan pemujaan Dewa Siwa yang terindah, tidak lain letaknya hanya di Dieng. Juga catatan undang-undang bab tanah negara di Prambanan, sang prabu Daksa Sampai tiga kali menyebutkan; gunung yang menyimpan misteri tempat Dewa Civa).

Dataran tinggi Dieng sering diliputi oleh kabut. Gumpalan gumpalan awan putih melingkari gunung gunung di dataran tinggi bagaikan selendang yang melilit leher seorang gadis cantik. Hampir setiap tahun antara bulan Juli dan Agustus terjadi hujan es. Orang di daerah tersebut menyebutnya Bun Upas, (Bun=embun, Upas=racun). Disebut demikian, karena hujan es tersebut merusak atau melayukan tanaman pertanian. Temperatur pada saat itu biasanya berkisar antara -2°C sampai -3°C.

Pada masa kerajaan Majapahit dalam kitab Tantu Panggelaran disebutkan gunung dihyang sebagai tempat Dewa Civa pada masa masa berikutnya, cerita tentang Dihyang tidak terdengar lagi dan baru pada permulaan abad ke-19 diadakan penelitian untuk mengungkap misteri tentang candi-candi Dieng. Namun, hingga saat ini pun banyak hal yang belum dapat diungkapkan.

Tentang Telaga Warna dan Telaga pengilon



Di bagian timur Kompleks candi Dieng terdapat dua Telaga yang indah, yaitu Telaga Warna dan Telaga pengilon. Di sekitarnya terdapat gua-gua alam yang sering digunakan sebagai tempat nyepi atau semedi. Beberapa di antaranya tertutup dan dijaga oleh seorang guru kunci, seperti antara lain Goa Semar, Goa Sumur dan Goa Jaran. Tempat menarik lainnya adalah Batu Semar (karena bentuknya mirip Semar) atau Batu Tulis (karena di sana pernah ditemukan batu bertulis tentang peninggalan Hindu di daerah Dieng). Ada juga pemandian Dewi Nawangwulan dan pura di atas bukit (masih dalam proses perencanaan).

Telaga-telaga yang berada di daerah Dieng terbentuk dari kawah vulkanik yang tidak aktif lagi. Air yang ada berasal dari mata air atau air hujan yang terkumpul. Pada beberapa bagian Telaga masih dapat kita lihat adanya aktivitas vulkanik di bawah permukaan air.

Selain hutan cagar alam, ada beberapa jenis hewan yang dilindungi, antara lain burung khususnya burung Belibis. Beberapa jenis hewan buas yang juga dilindungi saat ini sudah jarang ditemui.

Daerah cagar alam ini, bagian timur laut dibatasi pegunungan dan desa Jojogan, bagian timur ke arah selatan dibatasi pegunungan Kendil, dan bagian barat dibatasi oleh jalan dan Dieng Plateau.

Di atas Gunung Kendil dibangun cungkup (pendopo kecil) yang pada hari-hari tertentu banyak dikunjungi para peziarah. Menurut cerita rakyat setempat, tempat cungkup itu dibangun dahulu adalah tempat persemayaman salah seorang kyai yang bernama Kyai Kolodete. Kyai tersebut bersama dua orang temannya, Kyai Karim, dan Kyai Walik diyakini sebagai pendiri kota Wonosobo.

Kalau kita naik ke atas bukit, akan tampak pemandangan yang sangat indah. Telaga Warna dan telaga pengilon, dengan latar belakang dua buah gunung besar. Gunung Sindoro (sundara) 3151 m, dan pasangannya, yaitu gunung Sumbing (suwing) puncaknya mirip bibir sumbing 3371 m. Kedua Gunung ini merupakan suami-istri (sumbing dan sundara/sindoro) dan mereka memiliki anak yang cantik yaitu gunung Kembang Bunga 2200 m yang berdiri di sebelah ibunya.

Pada bagian bawah lereng bukit dan dekat dengan tepian Telaga Warna, ada sebuah kawah, namanya kawah Sikendang karena dari lubang kawah yang relatif kecil itu mengeluarkan suara seperti kendang, Itulah sebabnya disebut kawah Sikendang

Kawah Sikidang Yang Suka Melompat-lompat


Tidak tercatat Kapan awal mula terjadinya letusan kawah ini, tetapi pernah terjadi letusan letusan kecil maupun besar beberapa tahun yang silam.

Adanya dapur magma di dalam perut bumi menghasilkan panas dan energi dengan tekanan yang menguat. Apabila tekanannya menguat dan mendesak ke atas permukaan bumi, akan berakibat terjadinya letusan dan terbentuknya kawah baru.

Lava di dalam bawah ini sangat panas, mendidih dan bergejolak. Dari air bercampur lumpur yang berwarna keabu-abuan dan hitam pekat ini tercium bau belerang yang sangat menyengat. Dengan kedalaman sekitar 1-2 m dari permukaan tanah, bibir kawah sangat mudah longsor (labil). Apabila terjadi aktivitas-aktivitas vulkanik, kawah akan semakin bertambah besar.

Asap atau uap belerang tersebut sebaiknya kita hindari. Oleh karena itu, sebaiknya jangan menentang arah angin. Akan tetapi, sedikit uap belerang akan dapat menghaluskan kulit wajah dan menghilangkan jerawat, merupakan salah satu kosmetik alam!.

Disekitar kawah utama/besar, banyak terdapat kawah-kawah kecil dengan aktivitas vulkaniknya. Kalau kita membawa telur dan kita letakkan tepat di atas lubang kawah kecil tersebut, lalu kita tunggu beberapa saat, maka telur akan matang.

Beberapa kejadian kecelakaan yang terjadi di sini umumnya disebabkan karena bunuh diri, seperti kejadian sebelum tahun 1960 yang terjadi pada seorang pria salah satu karyawan perpustakaan dari Jakarta, Tahun 1992 seorang wanita guru SD (22 tahun), tahun 1999 seorang ibu yang menanggung beban pikiran berat (stres), tahun 2003 Seorang pria muda, mereka semua menerjunkan diri ke dalam kawah panas dan tewas secara mengenaskan temperatur lava rata-rata hampir mencapai 100°C bahkan terkadang dapat lebih tinggi lagi.

Kadar belerang (sulfur) lava cair di kawah tersebut pada hari-hari biasa sebenarnya tidak begitu tinggi. Akan tetapi, bila terjadi letusan yang cukup besar,  kemungkinan tidak hanya sulfur saja yang terkandung pada uapnya, tetapi mungkin juga disertai senyawa-senyawa lain seperti Co, Cyanida dan sebagainya. Oleh karena itu, biasanya jika terjadi letusan vulkanik akan segera dilakukan tindakan pengamanan oleh petugas vulkanologi Dieng berupa tindakan pengecekan mengenai kandungan gas alam apa yang keluar, berbahaya atau tidak, dan sebagainya.